Port-au-Prince, Haiti — Kekacauan kembali melanda ibu kota Haiti setelah bentrokan sengit antar geng bersenjata pecah di kawasan Bel Air dan Cité Soleil pada Rabu malam (10/7). Hingga Jumat pagi, laporan dari otoritas lokal menyebutkan bahwa 39 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka akibat bentrokan yang disertai pembakaran rumah dan penyanderaan warga.
Geng-geng kriminal yang terlibat dalam konflik tersebut diketahui memperebutkan wilayah kekuasaan untuk jalur perdagangan senjata ilegal dan narkoba yang selama ini menjadi sumber pendapatan utama mereka.
Pemerintah Kewalahan, Militer Turun ke Jalan
Pemerintah Haiti yang saat ini dipimpin oleh pemerintahan transisi dilaporkan kewalahan meredam kekerasan yang terus meningkat sejak awal tahun. Tentara Nasional Haiti akhirnya dikerahkan ke beberapa titik strategis untuk menstabilkan kondisi, namun kekerasan masih terjadi sporadis.
“Kami berada dalam situasi genting. Negara butuh bantuan internasional untuk mengendalikan kekacauan,” ujar Menteri Dalam Negeri Haiti dalam jumpa pers darurat.
Organisasi HAM lokal menyebut situasi ini sebagai “bencana kemanusiaan kota”, dengan lebih dari 5.000 warga telah mengungsi hanya dalam dua hari terakhir. Beberapa sekolah dan rumah sakit ditutup karena alasan keamanan.
Seruan Bantuan Internasional
PBB dan beberapa negara seperti Kanada, Amerika Serikat, dan Prancis telah menyerukan agar Misi Keamanan Internasional di Haiti (MISIH) segera dipercepat pelaksanaannya. Namun, proses pembentukan pasukan multinasional tersebut masih terhambat oleh perbedaan politik di Dewan Keamanan PBB.
Sementara itu, Badan PBB untuk Pengungsi (UNHCR) memperingatkan bahwa Haiti bisa menghadapi eksodus warga secara besar-besaran jika kekacauan tidak segera diredam.
Krisis Politik dan Ekonomi Menyatu
Konflik antar geng di Haiti tidak bisa dilepaskan dari krisis politik yang berkepanjangan pasca pembunuhan Presiden Jovenel Moïse pada 2021. Tanpa pemilu yang sah dan pemerintahan yang kuat, kekosongan kekuasaan terus dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok kriminal untuk memperluas pengaruh.
Kini, masyarakat sipil terjebak dalam lingkaran ketakutan dan kemiskinan ekstrem, dengan akses makanan, air bersih, dan layanan medis yang kian terbatas.